Sebaran Spasial Titik Panas (Hotspot) Berdasarkan Penutupan Lahan di Kabupaten Pesisir Selatan
Keywords:
Kebakaran hutan dan ahan, Penutup Lahan, Titik PanasAbstract
Kabupaten Pesisir Selatan merupakan salah satu daerah rawan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Sumatera Barat. Rata-rata areal yang terbakar tiap tahunnya dalam rentang tahun 2019-2021 adalah 1.002,7 ha. Tingginya angka kebakaran hutan dan lahan tersebut berbanding lurus dengan titik panas yang terpantau dalam jumlah besar tiap tahunnya. Tujuan tulisan ini adalah untuk melihat sebaran titik panas secara keruangan pada berbagai kelas penutup lahan di Kabupaten Pesisir Selatan sebagai indikasi awal wilayah rawan kebakaran hutan dan lahan. Data yang digunakan adalah data titik panas hasil interpretasi citra satelit NOAA20 tahun 2019-2021 yang bersumber dari dari laman resmi Kementerian Lingkugan Hidup dan Kehutanan https://sipongi.menlhk.go.id/ dan data penutup lahan hasil intrepretasi citra landsat 8 tahun 2020. Analisis spasial menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) berupa tumpang susun peta (superimpose) digunakan untuk melihat sebaran titik panas secara spasial berdasarkan kelas penutup lahan. Hasil analisis menunjukkan areal berpotensi tinggi terjadinya kebakaran hutan dan lahan adalah pada jenis penutup lahan berupa perkebunan dengan jumlah titik panas mencapai 82 titik kejadian (24,48%) dan pertanian lahan kering sekunder dengan 69 titik panas (20,60%). Secara keruangan wilayah di bagian selatan, yaitu Kec. Lunang Silaut, Kec. Basa IV Balai Tapan dan Kec. Pancung Soal merupakan wilayah rentan tinggi kebakaran hutan dan lahan karena areal perkebunan terkonsentrasi di wilayah ini dan titik panas pada areal pertanian lahan kering sebagian besar yaitu, 58 titik panas (84,06%) berbatasan atau berdekatan dengan perkebunan.References
Antomi, Y. (2019). Sebaran Daerah Rawan Kebakaran Hutan dan Lahan Berdasarkan Penutup Lahan Kabupaten Dharmasraya. Jurnal Spasial, 6(1), 19–26. https://doi.org/10.22202/js.v6i1.3318
BNPB. (2013). Indeks Rawan Bencana Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Derik, E. (2019). Perubahan Perladangan menjadi Perkebunan dan Dampaknya terhadap Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and Environmental Management), 9(2), 314–325. https://doi.org/10.29244/jpsl.9.2.314-325
Endrawati, & Yusnita, R. (2015). Analisis Data Titik Panas (hotspot) dan Kebakaran Hutan dan Lahan 2015.
KLHK. (2016). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No P.32/MenLHK/Setjen/Kum.1/3/2016.
Purnomo, H., Shantiko, B., Sitorus, S., Gunawan, H., Achdiawan, R., Kartodihardjo, H., & Dewayani, A. (2017). Fire economy and actor network of forest and land fires in Indonesia. Forest Policy and Economics, 78.
Putra, A., Ningsihh, T. R., & Ikhwan, M. (2018). Pemetaan Darah Rawan Kebakaran Hutan dan Lahan dengan Menggunaan Sistem Informasi Geografis (Studi KAsus Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis). 9, 206–217.
Susanto, A., Arifin, N., Erlang, S., Zaini, J., Yunus, F., Fitriani, F., Isbaniah, F., Ikhsan, M., Ginanjar, A., & Prasenohadi. (2019). Pencegahan dan Penanganan Dampak Akibat Asap Kebakaran Hutan. UI Press.